BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Antomi dan Desain Kurikulum
Anatomi (berasal dari bahasa Yunani ἀνατομία
anatomia, dari ἀνατέμνειν anatemnein, yang berarti memotong) atau
kemudian akan lebih tepat dalam pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan
dengan menggunakan arti struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen.
Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian
kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa digunakan
baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja,
"desain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan
obyek baru". Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk
menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah
rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata. Dalam kaitannya hal ini di
artikan sebagai proses daripada pelaksanaan atau penerapan model kurikulum dalam dunia pendidikan.
Proses desain pada umumnya memperhitungkan aspek
fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang biasanya datanya
didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang
sudah ada sebelumnya.
Kurikulum adalah perangkat mata
pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode
jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan
keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan
pendidikan tersebut.
Lama
waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari
sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat
mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan
pembelajaran secara menyeluruh.
2.2 Komponen-Komponen Kurikulum
2.2.1 Tujuan
Tujuan
kurikulum dirumuskan berdasarkan perkembangan tuntutan, kebutuhan dan kondisi
masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah pada pencapaian
nilai-nilai filosofis, terutama falsafah negara.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai berikut:
a) Tujuan Pendidikan Nasional,
tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan Bangsa Indonesia.
b) Tujuan Institusional, sasaran
pendidikan sesuatu lembaga pendidikan.
c) Tujuan Kurikuler, tujuan yang
ingin dicapai oleh sesuatu program studi.
d) Tujuan Instruksional, target yang
harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran.
Umum, jangka panjang.
2.2.2 Bahan Ajar
Tugas
utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan (lingkungan orang-orang,
alat-alat dan ide-ide), untuk mendorong siswa melakukan interaksi yang
produktif dan memberikan pengalaman belajar yang dibutuhkan. Cara untuk menyusun sekuens bahan
ajar:
a) Sekuens Kronologis, untuk menyusun bahan ajar yang
mengandung urutan waktu, dapat digunakan sekuens kronologis. Peristiwa-peristiwa
sejarah, perkembangan historis suatu institusi, penemuan-penemuan ilmiah dan
sebagainya dapat disusun berdasarkan sekuens kronologis
b) Sekuens Kausal, siswa dihadapkan pada
peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari sesuatu
peristiwa atau situasi lain. Dengan mempelajari sesuatu yang menjadi sebab atau
pendahulu para siswa akan menemukan akibatnya. Menurut Rowntree (1974:75)
”sekuens kausal cocok untuk untuk menyusun bahan ajar dalam bidang meteorologi
dan geomorfologi”.
c) Sekuens Struktural, bagian-bagian bahan ajar suatu
bidang studi telah mempunyai struktur tertentu. Penyusunan sekuens bahan ajar
bidang studi tersebut perlu disesuaikan dengan strukturnya. Dalam fisika, tidak
mungkin mengajarkan alat-alat optik, tanpa terlebih dahulu mengajarkan
pemantulan dan pembiasan cahaya, dan pemantulan dan pembiasan cahaya tidak
mungkin diajarkan tanpa terlebi dahulu mengajarkan masalah cahaya. Masalah
cahaya, pemantulan-pembiasan, dan alat-alat optik tersusun secara struktural.
d) Sekuens Logis dan Psikologis
Rowntree
(1974:77) melihat perbedaan antara sekuens logis dengan psikologis. Menurut sekuens
logis, bahan ajar dimulai dari bagian menuju keseluruhan, dari sederhana kepada
yang kompleks.tetapi menuut sekuens psikologis, dari keseluruhan kepada bagian,
dari yang kompleks kepada yang sederhana. Menurut sekuens logis bahan ajar
disusun dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda-benda kepada teori,
dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
e) Sekuens Spiral, dikembangakan oleh Bruner
(1960). Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik
atau pokok tersebut bahan diperluas dan diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar
tersebut adalah sesuatu yang populer dan sederhana, tetapi kemudian diperluas
dan diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
f) Rangkaian
ke Belakang (backward chaining), mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur
ke belakang. Contoh proses pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi
lima langkah, yaitu: (a) pembatasan masalah (b) penyusunan hipotesis (c)
penumpulan data (d) pengetesan hipotesis (e) interpretasi hasil tes. Dalam
mengajarnya mulai dengan langkah (e), kemudian guru menyajikan data tentang
suatu masalah dari langah (a) sampai (d), dan siswa diminta utuk membuat
interpretasi hasilnya (e). Pada kesempatan lain guru menyajikan data tentang
masalah lain dari langakah (a) sampai (c) dan siswa diminta untuk mengadakan
hipotesis (d) dan seterusnya.
g) Sekuens berdasarkan Heirarki
Belajar, Model ini dikembangkan oleh Gagne (1965), dengan prosedur sebagai berikut:
tujuan-tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu
heirarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
2.2.3 Strategi Mengajar
a)
Reception/Exposition Learning - Discovery Learning
Exposition atau Reception Learning, keseluruhan bahan ajar disampaikan kepada siswa dalam bentuk akhir atau bentuk jadi, baik
secara lisan maupun tulisan. siswa tidak dituntut untuk mengolah, atau melakukan aktivitas lain kecuali
menguasainya. Dalam Discovery Learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa
dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan. melalui kegiatan-kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan,
serta menemukan hal-hal yang brmanfaat bagi dirinya.
b)
Rote Learning - Meaningful Learning
Rote Learning, bahan ajar disampaikan kepada
siswa tanpa memperhatikan arti atau makna bagi siswa. Siswa menguasai bahan jar
dengan menghafakannya. Dalam Meaningfull Learning, penyampaian bahan
mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel and Robinson (1970:52-53)
sesuatu bahan aja akan bermakna bila dihubungan dengan struktur kognitif yang
ada pada siswa. struktur kognitif terdiri atas fakta-fakta, data, konsep,
proposisi, dalil, hukum dan tori-teori yang telah dikuasai sebelumnya, yang
tersusun membentuk suatu struktur dalam pikiran anak. Lebih lanjut Ausubel and
Robinson menekankan bahwa reception-discovery learning dan rote-meaningful
learning dapat dikombinasikan satu sama lain sehingga membentuk 4 kombinasi
strategi belajar-mengajar, yaitu: a) meaningful-reception learning, b)
rote-reception learning, c) meaningful-discovery learning, dan d)
rote-discovery learning.
c)
Group Learning – Individual Learning
Pelaksanaan
Discovery Learning aan sangat menuntut aktivitas belajar yang bersifat
individual atau dalam bentuk kelompok – kelompok kecil. Hal ini akan banyak
menimbulkan masalah diantaranya adalah karena kemampuan setiap anak tidak
merata atau tidak sama, maka kegiatan Discovery Learning hanya akan
banyak didominasi oleh anak – anak pandai sementara yang lainnya akan
berpotensi menjadi pengganggu kelas. Atau pun sebaliknya. Anak – anak yang
kurang akan sangat menderita motivasi belajarnya.
2.2.4 Media Mengajar
Pengelompokkan media mengajar menurut Rowntree (1974: 104-113) adalah:
a) Interaksi Insani, komunikasi
langsung antara dua orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut kehadiran suatu
pihak secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya. Terutama
kehadiran guru mempengaruhi perilaku siswa atau siswa-siswanya. Interaksi
insani dapat berlangsung melalui komunikasi verbal atau nonverbal. Komunikasi
yang verbal memegang peran penting, terutama dalam perkembangan segi kognitif
siswa. Untuk pengembangan segi-segi afektif,bentuk-bentuk komunikasi nonverbal
seperti perilaku, penampilan fisik, roman muka, gerak-gerik, sikap, dan
lain-lain lebih memegang peranan penting sebagai contoh-contoh nyata.
Intensitas interaksi insani dalam berbagai metode mengajar tidak selalu sama.
Intensitas interaksi insani dalam metode ceramah lebih rendah dibandingkan
dengan metode diskusi, permainan, simulasi, sosiodrama, dan lain-lain.
b) Realita, meruapakan bentuk pernagsang nyata seperti
orang binatang, benda-benda, peristwa,
dan sebagainya yang diamati siswa. insani berkomunikasi dengan orang-orang,
sedangkan dalam realita orang-orang tersebut hanya menjadi objek pengamtan,
objek studi siswa.
c) Pictorial, menunjukkan penyajian
berbagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun simbol, bergerak atau
tidak, dibuat diatas kertas, film, kaset, disket dan media lainnya. Media
pictorial mempunyai banyak keuntungan karena hampir semua bentuk, ukuran,
kecepatan, benda, makhluk, dan peristiwa dapat disajikan dalam menyederhanakan
seperti sketsa dan bagan sampai dengan yang cukup sempurna seperti film
bergerak yang berwarna dan bersuara, atau bentuk animasi-animasi yang disajikan
dalam video atau komputer.
d) Simbol Tertulis, media penyajian
informasi yang paling umum, ttetapi tetap efektif. Ada beberapa macam bentuk
media simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program belajar,
modul, dan majalah-majalah. Penulisan simbol-simbol tertuis biasanya dilengkapi
dnegan media pictorial seperti gambar-gambar, bagan, grafik, dan lain-lain.
e) Rekaman Suara, bentuk informasi
dapat disampaikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara. Rekaman suara dapat
disajikan secara tersendiri atau digabung dengan media pictorial. Penggunaan
rekaman suara tanpa gambar dalam pengajaran bahasa cukup efektif.
2.2.5 Evaluasi Pengajaran
Evaluasi ditujukan
untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai
proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan.
a)
Evaluasi Hasil Belajar-Mengajar
Dalam evaluasi
ini disusun butir-butir soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang
telah ditentukan. Untuk tiap tujuan khusus minimal disusun satu butir soal.
Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara valuasi
formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi
formatif ditunjukkan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan
belajar dalam jangka waktu yang relative pendek. Tujuan utama dan evaluasi
formatif sebenarnya lebih besar ditujukan untuk menilai proses pengajaran.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah evaluasi formatif digunakan untuk
menilai penguasaan siswa setelah selesai mempelajari suatu pokok bahasan. Hasil
evaluasi forrmatif ini terutama digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar
dan membantu kesulitan-kesulitan belajar siswa.
Dengan demikian evaluasi formatif, selain berfngsi menialai proses, juga
merupakan evaluasi atau tes diagnostic. Gounlund (1976:489) mengemukakan fungsi
tes formatif sebgai berikut: (1) to plan corrective action for overcoming
learning deficiencies, (2) to aid in motivating learning, dan (3) to increase
retention and transfer or learning.
Evaluasi
sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan penguasaan siswa terhadap
tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu
yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan.
Evaluasi sumatif mempunyai funsi yang lebih luas daripada evaluasi formatif.
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan mengeah, evaluasi sumatif dimaksudkan
untuk meniai kemajuan siswa (kenaikan kelas, kelulusan ujian) serta meniali
efektivitas program secara menyeluruh. Ini sesuai denagn pendapat Groundlund
(1976:499) bahwa evaluasi sumatif beguna bagi (1) assigning grades, (2)
reporting learning progress to parent, pupils, and school personnel, and (3)
improving learning and instruction.
b) Evaluasi
Pelaksanaan Mengajar
Tufflebeam dan kawan-kawan (1977:243) mengutip model evaluasi dari EPIC,
bahwa dalam program menajar komponen-komponen yang dievaluasi meliputi: komonen
tingkah laku yang mencakup aspek-aspek (subkomponen): kognitif, afektif, dan
psikomotor; komponen mengajar mencakup subkomponen : isi, metode, organisasi,
fasilitas, dan biaya; dan kompoen populasi, yang mencaup: siswa, guu,
administrator, spesialis pendidikan, keluarga dan masyarakat. Untuk mengevaluasi komponen-komponen dan proses
pelaksanaan mengajar buka hanya digunakan tes tetapi juga digunakan
bentuk-bentuk nontes, seperti observasi, studi dokumenter, analisis hasil
pekerjaan, angket dan cheklist. Evaluasi dapat dilakuakan oleh guru atau pihak-pihak lain yang berwenang
atau diberi tugas, seperti Kepala Sekolah dan Pengawas, tim evaluasi Kanwil
atau Pusat. Sesuai dengan prinsip system, evaluasi dan umpan balik diadakan
secara terus menerus, walaupun tiadak semua komponen mendapat evaluasi yang
sama kedalaman dan keluasannya. Karena sifatnya menyeluruh dan terus menerus
tersebut maka evaluasi pelaksanaan system mengajar dapat dipandang sebaai suatu
monitoring.
2.2.6 Penyempurnaan Pengajaran
Hasil-hasil evaluasi, baik evaluasi hasil belajar,
meupun evaluasi pelaksanaan mengajar secara keseluruhan, merupakan umpan balik
bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut. Sesuai dengan komponen-komponen yang dievaluasi, pada
dasarnya semua komponen mengajar mempunyai kemungkinan untuk disempurnakan,
bergantung pada kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi.
2.3 Desain Kurikulum
2.3.1 Subject Centered Design
a) Kurikulum yang dipusatkan pada isi atau meteri yang akan
diajarkan
b) Kurikulum tersusun atas jumlah
mata pelajaran dan mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah
c) Berkembang dari konsep pendidikan klasik yang
menekanakn pengetahuan dan warisan pendidikan masa lalu, dan berupaya untuk
mewariskannya kepada generasi berikutnya
Kelebihan
|
Kekurangan
|
·
Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi dan
disempurnakan
·
Para pengajarnya tidak dipersiapkan secara khusus,
asal menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan serinmg dipandang sudah
dapat menyampaikannya
|
·
Karena pengetahuan diberikan secara terpisah, hal
itu bertentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu
merupakan satu kesatuan
·
Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta
didik sangat pasif
·
Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan
kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis
dan kurang praktis
|
a. The Subject Design
1) Materi pelajaran disajikan secara
terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran
2) Isi pelajaran diambil dari pengetahuan
dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya
3) Siswa dituntut menguasai semua
pengetahuan yang diberikan
Kelebihan
|
Kekurangan
|
·
Karena mata pelajaran diambil dari ilmu yang sudah
tersusun sistematis logis, maka penyusunannya cukup mudah
·
Bentuk ini sudah lama dikenal, sehingga mudah untuk
dilaksanakan
·
Bentuk ini memudahkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan di perguruan tinggi, karena pada perguruan tinggi umumnya
digunakan bentuk ini
·
Bentuk ini dapat dilaksanakn secara efisien
·
Bentuk ini sangat ampuh untuk melesatarikan budaya
masa lalu
|
·
Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah,
satu terlepas dari yang lainnya
·
Out of date
·
Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu
sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya
·
Kurang memperhatikan cara penyampaian
|
b. The Disciplines Design
1) Menekankan pada isi atau materi
kurikulum
2)
Kriteria (tentang apa yang disebut subject/ilmu) telah tegas
3) Isi kurikulum yang diberikan di
sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu
4) Peserta didik didorong untuk
memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep,
ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga didorong utuk memahami cara mencari
dan menemukan
5) Proses belajar menggunakan
pendekatan inkuiri dan discovery
Kelebihan
|
Kekurangan
|
·
Kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang
sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual
pengetahuan manusia
·
Peserta didik tidak hanya menguasai serentakan
fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan
proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa
|
·
Belum dapat memberikan pengetahuan yang terintegrasi
·
Belum dapat mengintegrasikan sekolah dengan
masyarakat atau kehidupan
·
Belum mampu bertolak dari minat dan kebutuhan atau
pengalaman peserta didik
·
Susunan kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan
belajar maupun untuk penggunannya
·
Meskipun sudah lebih luas dibandingkan dengan subject
design tetpi secara akademis dan intelektual masih cukup sempit
|
c. The Broad Fields Design
Dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata
pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi. Tujuan
pengembangan kurikuum ini adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup
dalam dunia informasi yang sifatnya spesiaistis, dengan pemahaman yang bersifat
menyeluruh.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
·
Karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah, walaupun
sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan
secara sistematis dan teratur
·
Karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah
memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal
|
·
Kemapuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru
mempu manguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yag lebih tinggi,
apalagi di pergurua tinggi sukar sekali
·
Karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak
dapat diberikan secara mendetail, yang diajarkannya hanya permukaannya saja
·
Pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak
menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi
siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar
·
Meskipun kadarnya lebih redah dibandingkan dengan subject
design tetapi model ini tetap menekankan tujuan penguasaan bahan dan
informasi. Kurang menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif
dan kognitif tingkat tinggi
|
2.3.2 Learned Centered Design
Learned
Centered Design bersumber dari konsep
Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian
kurikulum didasarka atas minat, kebutuhan, dan tujuan peserta didik.
Ciri
utama yang membedakan desain model ini dengan subject centered:
a) Learner centered design mengembangkan kurikulum dengan
bertolak dari peserta didik dan buka dari isi.
b) Learner centered design bersifat
non-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetpi dikembangkan
bersama antara guru dengan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan.
Ada
beberapa variasi model ini, diantaranya yaitu The Activity atau Experience
Design. Ciri-ciri The Activity atau Experience Design:
a) Struktur kurikulum ditentukan
oleh kebutuhan dan minat peserta didik
b)
Kurikulum dapat disusun sebelumnya
c) Desain kurikulum tersebut menekankan prosedur
pemecahan masalah
Kelebihan
|
Kekurangan
|
·
Motivasi belajar bersifat intrinsik dan tidak perlu
dirangsang dari luar
·
Pengajaran memperhatikan perbedaan individual
·
Kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal
kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapu kehidipan diluar sekolah
|
·
Penekanan pada minat dan kebutuhan peserta
didikbelum tentu cocok dan memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan
·
Kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan
peserta didik, dasar apa yang digunakan untuk menyusun struktur kurikulum.
·
Sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens bahan.
·
Kurikulum ini dikatakan tidak dapat dilakukan oleh
guru biasa
|
2.3.3 Problem Centered Design
Problem Centered Design berpangkal pada filsafat yang
mengutamakan peranan manusia. Model ini menekankan manusia dalam kesatuan
kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat. Konsep
pendidikan dan pengembang model ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai
makluk social selalu hidup bersama.
a. The
areas of living desain
Model ini menekankan
prosedur belajar melalui pemcahan masalah ciri lain model ini adalah
menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari peserta didik sebagai
pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan. Desain ini menarik minat peserta didik
dan mendekatkannya pada pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam bermasyarakat.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
·
Model ini merupakan the subject matter desain tetapi
dalam bentuk yang terintegrasi
·
Model ini mendorong penggunaan prosedur belajar
pemecahan masalah
·
Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan dan
fungsional
·
Motivasi belajar datang dari dalam peserta didik
|
·
Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang
kehidupan yang sangat esensial sangat sukar
·
Lemahnya atau kekurangannya integritas dan kontinuitas
organisasi kurikulum
·
Mengabaikan warisan budaya
·
Kecenderungan untuk mengindoktrinisasi peserta didik
dengan kondisi yang ada
·
Guru maupun buku dan media lain tidak banyak yang
disiapkan dengan model tersebut
|
2. The core desain
Terdapat banyak
vasiasi pandangan tentang the core desain. Mayoritas memadang the core
kurikulum sebagai suatu model pendidikan atau program pendidikan yang
memberikan pendidikan umum. The core kurikulum diberikan guru-guru yang
memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Variasi the core
kurikulum:
1. The sparate subjects core
2. The correlated core
3. The fused core
4. The activity core
5. The areas of living core
6. The social problems core
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Anatomi (berasal dari bahasa Yunani ἀνατομία
anatomia, dari ἀνατέμνειν anatemnein, yang berarti memotong) atau
kemudian akan lebih tepat dalam pokok bahasan ini kita sebut atau kita artikan
dengan menggunakan arti struktur atau susunan atau juga bagian atau komponen. Dalam kaitannya hal ini desain,
di artikan sebagai proses daripada pelaksanaan atau penerapan model kurkulum
dalam dunia pendidikan. Kurikulum
adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara
pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.
2. Komponen kurikulum terdiri atas: (1) tujuan, (2)
bahan ajar, (3) strategi mengajar, (4) media mengajar, (5) evaluasi pengajaran.
3. Macam desain kuikulum, diantaranya sebagai berikut:
(1) Subject centered design, (2) Leaned-centered design, (3) Problem centered
design
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu., Drs., H., Ilmu Pendidikan,
2001, PT. RIENEKA CIPTA, Jakarta.
Akhmad
Sudrajat, Komponen-Komponen Kurikulum,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ bahan-ajar/komponen-komponen-kurikulum/,
diakses tanggal 17 Januari 2008.
Suherman,
Aris.,Drs., M.Pd., dkk., Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
2008, Pangger Press, Cirebon.
Sukmadinata,
Nana Syaodih., Prof., DR., Pengembangan Kurikulum ; Teori Dan Praktek,
2009, PT. REMAJA ROSDAKARYA, Bandung.
Undang-Undang
RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung, Citra Umbara, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar